BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI
Pneumotoraks adalah
pengumpulan udara di ruang potensial antara pleura visceral dan parretal.
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera kedalam ruang pleura
sering diakibatkan karena robeknya pleura. Pneumotoraks adalah kolapsnya
sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke
ruang pleura yang mengelilingi paru. Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di
ruang potensial antara pleura visceral dan parretal (Mansjoer, 2000) .
Pneumotoraks adalah
keluarnya udara dari paru yang cidera kedalam ruang pleura sering diakibatkan
karena robeknya pleura (Smeltzer, 2001).
Pneumotoraks adalah
kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain
masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (Corwin, 2000).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan
terdapat 20.000 kasus pneumotoraks spontan setiap tahunnya di Amerika serikat.
Berdasarkan penelitian Takeno dari Jepang, mulai dari tahun 1986 sampai dengan
1997, jika dibandingkan kasus tahun 1986 dengan tqhun 1995 terjadi peningkatan
1,7 kali dan hasil survei tahun 1998 memperlihatkan terjadinya peningkatan 1,5
kali pada data kasus 5 tahunan ( periode 1993-1997 ). Di Instalasi Gawat
Darurat ( IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 1999didapat 253 penderita
pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari seluruh kasus
respirasi yang datang. ( Arief Nirwan, Elisna Syahruddin).
Peningkatan
angka kejadian kasus pneumotoraks berdasarkan penelitian setiap tahunnya, belum
dapat dijelaskan dengan pasti.Habitus seseorang mempengaruhi kecenderungan
dirinya untuk menderita pneumotoraks spontan. Seseorang dengan habitus tinggi
dan kurus cenderung lebih mudah menderita pneumotorak spontan, lebih tepatnya
pneumotoraks spontan primer. Selain itu, peningkatan angka kejadian ini mungkin
berhubungan dengan polusi udara perubahan tekanan atmosfir, rokok, peningkatan
luas tubuh yang cepat, terutama pada keadaan ketidakseimbangan antara
penambahan berat dengan tinggi tubuh, dan belakangan ini dikatakan juga
dipengaruhi oleh genetik. (Andrew
K Chang, MD, Tahun 1999. Arief Nirwan,
Elisna Syahruddin).
Terdapat
hubungan antara insiden pneumotoraks spontan dengan jenis kelamin, umur, dan
penyakit penyerta. Pneumotoraks Spontan lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Berdasarkan umur, terlihat 2 kali penambahan
kecenderungan pneumotoraks.Pada usia 20-30an dengan pneumotoraks spontan primer
(PSP) dan 50-60an dengan pneumotoraks spontan sekunder ( PSS). (Andrew K Chang, MD ,Tahun 1999).
Insiden
pneumotoraks berulang setelah pneumotoraks spontan pertama sangat bervariasi.
Angka estimasi terjadinya pneumotoraks berulang pada PSP adalah 28 % ( 20 %- 60
%), dan pada PSS adalah 43 % ( 49% -47 %), setelah observasi 5 tahun dan
terutama terjadi pada bulan pertama setelah pneumotoraks spontan pertama.
Terdapat korelasi antara fibrosis paru, usia lebih dari 60 tahun dan
peningkatan rasio tinggi/ berat badan, jenis kelamin dan kebiasaan merokok
dengan rekurensi . Walaupun angka kejadian PSP pada perempuan lebih kecil
daripada laki-laki namun angka
rekurensinya lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu 71,4 % : 46,2 %.( Arief
Nirwan, Elisna Syahruddin).
2.3
ETIOLOGI
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai penyebabnya
:
2.3.1
Pneumotoraks
spontan yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun
latrogerik).ada 2 jenis, yaitu :
a.
Pneumotoraks
spontan primer : suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit
paru yang mendasarinya sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda,
tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada
saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, terjadi karena penyakit paru yang mendasari
(tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru). Pasien
pneumotoraks spontan sekunder bilateral dengan reseksi birokoskopi dijumpai
adanya.
2.3.2
Pneumotoraks traumatic
yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma baik trauma penetrasi
maupun yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada, maupun paru. Beberapa
penyebab traumatic penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk tembak, akibat
tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena
sentral.Pneumotoraks traumatic dibagi 2 jenis, yaitu :
a.
Pneumotoraks traumatic
bukan iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan,
misalnya : jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup.
b.
Pneumotoraks traumatic
iatrogenik yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan
medis (Sudoyo, 2006).
Pneumotoraks traumatic dibagi 3 jenis berdasarkan
jenis fistulanya :
a.
Pneumotoraks
tertutup (simple pneumotoraks) : pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga
pleura yang sedikit lebih tinggi daripada/ dibandingkan tekanan pleura pada
sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan
atmosfer.
b. Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks) : terjadi karena luka terbuka pada
dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar atau melalui luka tersebut.
c. Pneumotoraks tension : terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah
dari paru ke ruang pleura melalui sebuah lubang kecil di struktur tubuh
(Corwin, 2000).
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pneumothorax dapat muncul:
a.
Nyeri
pleuritik menusuk yang timbul mendadak dan terasa kembali ketika pasien
menggerakkan dada, bernapas,dan batuk.
b.
Gerakan
dada yang asimetris akibat kolaps paru
c.
Sesak
napas akibat hipoksia
d.
Sianosis
akibat hipoksia
e.
Bunyi
napas yang tidak terdengar pada sisi yang terkena akibat kolaps paru
f.
Takikardia
akibat hipoksia
Tension pneumothorax
menimbulkan keluhan dan gejala respiratori yang paling berat dan meliputi:
a.
Penurunan
curah jantung
b.
Hipotensi
akibat curah jantung
c.
Takikardia
kompensasi
d.
Takipnea
akibat hipoksia
e.
Kolaps
paru akbat terdapat udara atau darah di dalam rongga intrapleura
f.
Pergeseran
mediastinum akibat peningkatan tekanan
g.
Penyimpangan
trakea ke sisi yang berlawanan
h.
Distensi
vena-vena leher akibat tekanan intrapleura pergeseran mediastrium, dan
peningkatan tekanan tekanan kardiovaskuler
i.
Pucat
yang berkaitan dengan penurunan curah jantung
j.
Kecemasan
yang berkaitan dengan keadaan hipoksia
k.
Denyut
nadi yang lemah dan cepat akibat penurunan curah jantung.
2.5
PATOFISIOLOGI
Pneumotoraks dapat
disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran atau tusukan atau laserasi pleura visceral
sehingga paru-paru kolaps berhubungan dengan udara atau cairan yang masuk
kedalam ruang pleura. Volume di ruang pleura meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intratoraks. Jika peningkatan tekanan intratoraks terjadi,
maka mengalami distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas yang menimbulkan
tekanan pada mediastinum sehingga mengalami gangguan jantung dan sirkulasi sistematik
(Tyo, 2009).
Alveoli disanggah oleh
kapiler yang mempunyai dinding lemahdan mudah robek, apabila alveoli tersebut
melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah
menuju ke jaringan peribronkovaskuler gerakan nafas yang kuat, infeksi dan
obstruksi endrobronkial merupakan beberapa faktor prefisitasi yang memudahkan
terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dalam alveoli dapat mengoyak
jaringan fibrotik bronkovaskuler robekan pleura kearah yang berlawanan dengan
tilus akan menimbulkan pneumotorak, sedangkan robekan yang mengarah ke tilus
dapat menimbulkan pneumomediastinum dari media stinum udara mencari udara
menuju keatas, kearah leher. Diantara organ-organ medistinum terdapat jaringan
ikat yang longgar sehingga mudah ditembuh oleh udara. Dari leher udara menyebar
merata dibawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema sub
kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai skretum.
2.6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesis : adanya keluhan nyeri dada, sesak napas.
b. Pemeriksaan fisik : suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah
sampai menghilang, resonasi perkusi dapat normal atau meningkat/ hipersonor.
c. Pemeriksaan laboratorium : analisa gas darah arteri memberikan hasil
hipoksemia dan alkalosis respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal
ini bukan hal yang penting.
d. Pemeriksaan rontgen : pada foto thoraks PA, terlihat bagian thoraks yang
avaskuler. Bila besar akan tampak pergeseran trakea dan mediastinum kesisi yang
sehat (Brunner Suddarth, 2002).
2.7
PENATALAKSANAAN
UMUM
1.
Farmakologi
a. Terapi O2 dapat meningkatkan reabsorbsi udara dari ruang pleura.
b. Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura.
c. Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katub helimic untuk
memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks.
d. Obat simptomatis untuk batuk dan nyeri dada.
e. Pemeriksaan radiologic
2. Diet
M2 (BBR), tinggi kalori protein +ekstra putih telur 5-6 butir atau telur.
M2 (BBR), tinggi kalori protein +ekstra putih telur 5-6 butir atau telur.
3.
Pemasangan WSD (water
seated draignage) : suatu sistem draignage menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara
atau cairan dari cavum
pleura (rongga pleura) yang tujuannya mengalirkan/ drainage udara atau dari
rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut (Hendra
Arif, 2008).
2.8 PENCEGAHAN
Meskipun
sering tidak mungkin untuk mencegah pneumotoraks, berhenti merokok merupakan
cara penting untuk mengurangi resiko pneumotorak pertama dan menghindari
kekambuhan.
BAB III.
PATHWAYS
TRAUMA
TAJAM DAN TUMPUL
|
Torak
|
Akumulasi
Dalam Kavum Pleura
|
PNEUMOTORAK
|
Ekspansi
Paru
|
Pemasangan
WSD
|
Diskontinuitas
Jaringan
|
KERUSAKAN INATEGRITAS KULIT
|
Suplai
O2 Tidak Adekuat
|
Hipoksia
|
Thorakdrainas
Bergeser
|
Merangsang
Reseptor Nyeri Pada Pleura Viseralis Dan Parientalis
|
Merangsang
Reseptor Nyeri Pada Periver Kulit
|
NYERI
AKUT
|
KETIDAK
EFEKTIFAN POLA NAFAS
|
Inflamasi
|
Rokok Dan
Polusi
|
Sputum
Meningkat
|
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAFAS
|
Batuk
|
BAB IV
ASUHAN
KEPERAWATAN
4.1 PENGKAJIAN
1.
Pengkajian
a.
Umur
: Sering terjadi usia 18-30 tahun
b.
Alergi
obat, makanan tertentu
c.
Pengobatan
terakhir
d.
Pengalaman
pembedahan
e.
Riwayat
penyakit dahulu
f.
Riwayat
penyakit sekarang
g.
Dan
keluhan
2.
Pemeriksaan
fisik
a.
Sistem
pernapasan
1. Sesak napas
2. Nyeri, batuk-batuk yang tidak efektif
3. Terdapat retraksi klavikula dada
4. Pengembangan paru tidak simetris
5. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6. Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani,hematotraks
(redup)
7. Pada auskultasi suara nafas meunurun, bising nafas yang berkurang/
menghilang
8. Pekak dengan batas seperti garis miring /tidak jelas
9. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas
b.
Sistem
kardiovaskuler :
1. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2. Takhikardia, lemah
3. Pucat, Hb turun/ normal
4. Hipotensi
c.
Sistem
persyarafan
Tidak ada kelainan
d.
Sistem
perkemihan :
Tidak ada kelainan
e.
Sistem
pencernaaan
Tidak ada kelainan
f.
Sistem
Muskuluskeletal- integumen :
1.
Kemampuan
sendi terbatas
2.
Ada
luka bekas tusukan benda tajam
3.
Terdapat
kelemahan
4.
Kulit
pucat, sianosis, berkeringat atau adanya kripitasi sub kutan
g.
Sistem
endokrin:
1. Terjadi peningkatan metabolisme
2. Kelemahan
h.
Sistem
sosial / interaksi :
Tidak ada hambatan
i.
Spiritual
1. Ansietas, gelisah,bingung, pingsan
j.
Pemeriksaan
diagnostik:
1.
Sinar
X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura
2.
PaCO2
kadang-kadang mmenurun
3.
PaO2
normal/ menurun
4.
Saturasi
O2 menurun (biasanya)
5.
Hb
mungkin menurun
6.
Toraksintesis:
menyatakan darah atau caiaran
ANALISA DATA
No
|
Pengelompokan data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS:
1.
klien mengatakan Sesak napas
DO :
1.
Sesak
napas
2.
Terdapat
retraksi klavikula dada
3.
Dispnea
|
Ekspansi paru
Suplai O2 Tidak Adekuat
Hipoksia
|
Ketidak Efektifan Pola Nafas
00032
|
|
2
|
DS:
Pasien mengeluh batuk
DO:
1. Dispnea
2. Terdapat suara napa tambahan
3. Sianosis
4. Batuk tidak efektif
|
Rokok Dan Polusi
Inflamasi
Sputum
Meningkat
Batuk
|
Ketidak Efektifan Jalan Nafas
00031
|
3
|
DS:
1. Pasien mengeluh Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
DO:
1.
Pucat
2.
Ekspresi wajah nyeri (bingung, ansietas)
|
Agen cedera fisik ( trauma)
Pemasangan WSD
Thorakdrainas Bergeser
Merangsang
Reseptor Nyeri Pada Pleura Viseralis Dan Parientalis
|
NYERI AKUT
00132
|
4
|
DS:
Klien mengeluh adanya luka tusukan benda tajam
DO:
Ada luka bekas tusukan benda tajam
|
Faktor mekanik
Pemasangan WSD
Diskontinuitas
Jaringan
|
KERUSAKAN INATEGRITAS
KULIT
00046
|
4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Prioritas
|
TTD
|
1.
|
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
ditandai oleh klien mengatakan sesak
napas, sesak napas, terdapat retraksi klavikula dada dan dispnea
|
|
2.
|
Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan rokok dan polusi
ditandai oleh
Pasien mengeluh batuk, dispnea, terdapat suara napa tambahan, sianosis dan batuk tidak efektif
|
|
3.
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
ditandai oleh pasien mengeluh nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk, pucat dan ekspresi wajah nyeri (bingung,
ansietas).
|
|
4.
|
Kerusakan
inategritas kulit berhubungan dengan
faktor mekanik ditandai oleh klien mengeluh adanya luka tusukan benda tajam dan ada luka bekas tusukan benda tajam
|
4.3
PERENCANAAN
NO
|
TANGGAL
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DITEGAKKAN/KODE DIAGNOSA
|
NOC
DAN INDIKATOR SERTA NILAI AWAL DAN NILAI TARGET
|
NIC
RENCANA TINDAKAN ATAU URAIAN AKTIVITAS
|
TTD
PERAWAT
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1
2
3
4
|
10
Oktober 2016
10
oktober 2016
10
oktober 2016
10
oktober 2016
|
Ketidak
efektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru ditandai oleh klien mengatakan sesak napas, sesak napas,
terdapat retraksi klavikula dada dan dispnea
Ketidak
efektifan jalan nafas berhubungan dengan rokok dan polusi ditandai oleh
Pasien mengeluh batuk, dispnea, terdapat suara napa tambahan, sianosis dan
batuk tidak efektif
Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai oleh pasien mengeluh nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk, pucat dan ekspresi wajah nyeri(bingung,
ansietas).
Kerusakan inategritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik ditandai oleh klien mengeluh adanya luka tusukan benda
tajam dan ada luka
bekas tusukan benda tajam
|
1.
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pola pernafasan
teratasi
Kriteria hasil :
a.
Status
Pernafasan (0415)
Keterangan
: 041501, 041502, 041504, 041532
1.
Deviasi
berat dari kisaran normal
2.
Deviasi
yang cukup berat dari kisaran normal
3.
Deviasi
sedang dari kisaran normal
4.
Deviasi
ringan dari kisaran normal
5.
Tidak
ada diviasi dari kisaran normal
keterangan : 041513, 041514, 041515, 041522 &041511
1.
Sangat
berat
2.
Berat
3.
Cukup
4.
Ringan
5.
Tidak
ada
b.
Status
Pernafasan Ventilasi (0403)
Keterangan:
1.
Sangat
berat
2.
Berat
3.
Cukup
4.
Ringan
5.
Tidak
ada
2.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan selama 2 x 24 jam ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
Kriteria hasil :
Status
pernafasan: kepatenan jalan nafas (0410)
Keterangan: 041012
1.
Deviasi
berat dari kisaran normal
2.
Deviasi
yang cukup berat dari kisaran normal
3.
Deviasi
sedang dari kisaran normal
4.
Deviasi
ringan dari kisaran normal
5.
Tidak
ada diviasi dari kisaran normal
Keterangan : 041018 & 041021
1.
Sangat
berat
2.
Berat
3.
Cukup
4.
Ringan
5.
Tidak
ada
3.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan selama 1 x 24 jam nyeri akut teratasi
Kriteria hasil :
a.
Kontrol
nyeri (1605)
Keterangan :
1.
Tidak
pernah menunjukan
2.
Jarang
menunjukan
3.
Kadang-kadang
menunjukan
4.
Sering
menunjukan
5.
secara
konsisten menujukkan
b.
status
kenyamanan fisik (2010)
Keterangan : 201011
1.
sangat
terganggu
2.
banyak
terganggu
3.
cukup
terganggu
4.
sedikit
terganggu
5.
tidak
terganggu
keterangan: 201017
1.
berat
2.
cukup
berat
3.
sedang
4.
ringan
5.
tidak
ada
c.
tanda-tanda
vital (0802)
Keterangan:
1.
deviasi
berat daari kisaran normal
2.
deviasi
yang cukup berat dari kisaran normal
3.
deviasi
sedang dari kisaran normal
4.
deviasi
ringan dari kisaran normal
5.
tidak
ada deviasi dari kisaran normal
4.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan selama 7 x 24 jam kerusakan integritas kulit
teratasi.
Kriteria hasil:
Integritas
jaringan:kulit & membran mukosa (1101)
Keterangan:
1.
berat
2.
cukup
berat
3.
sedang
4.
ringan
5.
tidak
ada
|
Manajemen Jalan Nafas (3140)
1.
pastikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.
identifikasi
kebutuhan aktual / potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
3.
auskultasi
suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak adanya suara
tambahan
4.
posisikan
untuk meringankan sesak nafas
Monitor Pernafasan (3350)
1.
monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas.
2.
Catat
pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan
retraksi pada otot supraclavicula dan inter costa
3.
Monitor
suara nafas tambah seperti ngorok atau mengi
4.
Monitor
pola nafas (mis; bradipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan
1:1, apnuestik, respirasi biot, dan pola ataxic)
5.
palpasi
kesimetrisan paru
6.
monitor
kemampuan batuk efektif
Penghisapan
Lendir Pada Jalan Nafas (3160)
1.
lakukan
tindakan cuci tangan
2.
lakukan
tindakan (universal percaution)
3.
gunakan
alat pelindung (sarung tanga, kacamata, masker), sesuai dengan kebutuhan.
4.
Tentuka
perlunya suction mulut atau trakea
5.
Auskultasi
suara nafas sebelum dan setelah tindakan suction
6.
Instruksikan
kepada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum dilakukan suction naso
tracheal dan gunakan oksigen seuai kebutuhan.
7.
Gunakan
angka terendah pada dinding suction yang diperlukan untuk membuang sekresi
(mis., 80-120 mmHg untuk pasien dewasa)
8.
Monitor
dan catat warna, jumlah dan konsistensi sekret
9.
Kirimkan
sample secret untuk tes kultur dan sensivitas, sebagai mestinya
10.
Instruksikan
pasien dan keluarga untuk melakukan suksion jalan nafas, sebagai mestinya.
Manajemen Nyeri (1400)
1.
Lakukan
pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus.
2.
Pastikan
perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat.
3.
Berikan
individu penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik
4.
Gunakan
tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat.
5.
Dukung
istirahat adekuat untuk penurunan nyeri
6.
Beri
tahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau keluhan pasien saat ini berubah
signifikan dari pengalaman nyeri sebelumnya.
Pemberian analgesik (2210)
1.
Tentukan
lokasi, karakteristik dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien.
2.
Cek
perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan.
3.
Cek
adanya riwayat alergi obat
4.
Tentukan
pilihan obat anal gesik
5.
Monitor
tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik narkotik pada pemberian
dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-tanda yang tidak biasanya.
6.
Berikan
analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang berat.
7.
Lakukan
tindakan-tindakan untuk menurunkan efek samping analgesik (misalnya
konstipasi, dan iritasi lambung)
8.
Kolaborasikan
dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian, atau perubahan interval
dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgetik.
9.
Ajarkan
tentang efek samping, dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam keputusan
pengurangan nyeri.
Perawatan Luka (3660)
1.
Angkat balutan dan plester perekat
2.
Ukur
luas luka
3.
Berikan
rawatan insisi pada luka, yang diperlukan
4.
Berikan
balutan yang sesuai dengan jenis luka
5.
Pertahankan
teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat
6.
Ganti
balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase luka dengan tepat
7.
Periksa
luka setiap kali perubahan balutan
8.
Bandingkan
dan catat setiap perubahan luka
9.
Dorong
cairan, yang sesuai
10. Anjurkan pasien dan keluarga pada prosedur perawatan luka
11. Anjurka pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala
infeksi
12. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan tampilan.
|
4.4 PELAKSANAAN
No
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
TTD
|
1
2.
3.
4.
|
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
ditandai oleh klien mengatakan sesak
napas, sesak napas, terdapat retraksi klavikula dada dan dispnea
Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan rokok dan polusi
ditandai oleh Pasien mengeluh batuk, dispnea, terdapat suara nafas tambahan, sianosis dan batuk tidak efektif
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
ditandai oleh pasien mengeluh nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk, pucat dan ekspresi wajah nyeri (bingung,
ansietas).
Kerusakan
inategritas kulit berhubungan dengan
faktor mekanik ditandai oleh klien mengeluh adanya luka tusukan benda tajam dan ada luka bekas tusukan benda tajam
|
Manajemen
Jalan Nafas (3140)
1. memastikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. mengidentifikasi kebutuhan aktual / potensial pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan nafas
3. mengauskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak adanya suara tambahan
4. memposisikan untuk meringankan sesak nafas
Penghisapan
Lendir Pada Jalan Nafas (3160)
1.
melakukan
tindakan cuci tangan
2.
melakukan
tindakan (universal percaution)
3.
mengunakan
alat pelindung (sarung tanga, kacamata, masker), sesuai dengan kebutuhan.
4.
menentukan
perlunya suction mulut atau trakea
5.
mengauskultasi
suara nafas sebelum dan setelah tindakan suction
6.
menginstruksikan
kepada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum dilakukan suction naso
tracheal dan gunakan oksigen seuai kebutuhan.
7.
menggunakan
angka terendah pada dinding suction yang diperlukan untuk membuang sekresi
(mis., 80-120 mmHg untuk pasien dewasa)
8.
memonitor
dan catat warna, jumlah dan konsistensi sekret
9.
mengirimkan
sample secret untuk tes kultur dan sensivitas, sebagai mestinya
10. menginstruksikan pasien dan keluarga untuk melakukan suksion
jalan nafas, sebagai mestinya.
Manajemen
Nyeri (1400)
1. melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
2. memastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat.
3. memberikan individu penurun nyeri yang optimal dengan resepan
analgesik
4. menggunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah
berat.
5. mendukung istirahat adekuat untuk penurunan nyeri
6. memberi tahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau keluhan
pasien saat ini berubah signifikan dari pengalaman nyeri sebelumnya.
Pemberian
analgesik (2210)
1. menentukan lokasi, karakteristik dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien.
2. mengecek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi
obat analgesik yang diresepkan.
3. mengcek adanya riwayat alergi obat
4. menentukan pilihan obat anal gesik
5. memonitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya.
6. memberikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat.
7. melakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek samping
analgesik (misalnya konstipasi, dan iritasi lambung)
8. mengkolaborasikan dengan dokter apakah obat, dosis, rute
pemberian, atau perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgetik.
9. mengajarkan tentang efek samping, dan harapan terkait dengan
keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri.
Perawatan
Luka (3660)
1.
meangkat
balutan dan plester perekat
2.
mengukur
luas luka
3.
memberikan
rawatan insisi pada luka, yang diperlukan
4.
memberikan
balutan yang sesuai dengan jenis luka
5.
mempertahankan
teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat
6.
mengganti
balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase luka dengan tepat
7.
memeriksa
luka setiap kali perubahan balutan
8.
membandingkan
dan catat setiap perubahan luka
9.
mendorong
cairan, yang sesuai
10.
menganjurkan
pasien dan keluarga pada prosedur perawatan luka
11.
mengnjurka
pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
12.
mendokumentasi
lokasi luka, ukuran, dan tampilan.
|
4.5 EVALUASI
No
|
Hari / jam
|
No Dx
|
Evaluasi
|
TTD
|
1.
|
10 oktober 2016 / 06:00
|
00032
|
S: klien mengatakan sudah tidak sesak napas
O: Sesak napas berkurang ,retraksi klavikula dada mulai berkurang
, tidak ada dispnea
A: masalah Teratasi
P: berikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga cara menangani
gangguan pola nfas
|
|
2.
|
10 oktober 2016 / 06:00
|
00031
|
S:
Pasien sudah tidak mengeluh batuk
O: Dispnea tidak ada, tidak terdapat suara napa
tambahan , tidak ada sianosis , batuk efektif
A: Masalah teratasi
P: Berikan penyuluhan kesehatan pada keluarga dan
pasien bagaimna mengenali adanya
hanbatan jalan nafas dan bagaimana menanganinya
|
|
3.
|
10 oktober 2016 / 06:00
|
00132
|
S: Pasien sudah tidak mengeluh Nyeri dada
O:pasien sudah tidak pucat dan ekspresi wajah berseri
A: Masalah sudah teratasi
P: Berikan penyuluhan kesehatan pada keluarga dan pasien cara mengatasi nyeri.
|
|
4
|
10 oktober 2016 / 06:00
|
00046
|
S: Pasien sudah tidak mengeluh dengan adanya luka tusukan benda tajam
O: Luka
bekas tusukan benda tajam sudah mulai menghilang
A: Masalah teratasi
P: Berikan penyuluhan kesehatan pada keluarga dan pasien tentang bekas luka dan perawatan
bekas luka.
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di ruang potensial
antara pleura visceral dan parretal. Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari
paru yang cidera kedalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya
pleura.
Terdapat
20.000 kasus pneumotoraks spontan setiap tahunnya di Amerika serikat. angka
kejadian PSP pada perempuan lebih kecil daripada laki-laki namun angka rekurensinya lebih besar dibandingkan
laki-laki yaitu 71,4 % : 46,2 %.
Pneumotoraks juga dapat terjadi karena penyakit paru
yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, bronkial pneumonia dan tumor paru).
Pneumotoraks merupakan keadaan berkumpulnya udara didalam kavum (rongga)
pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada (Sudoyo, 2006).
5.2 Saran
Kritik dan saran sangat kami
butuhkan dalam menyempurnakan makalah asukan keperawatan pneumotorak pada klien dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth J.
2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta
Dongoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
ISO Indonesia. 2004. Volume 39. Ikatan Sarjana Farmasi. Indonesia
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta
Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige dengan Jumlah pasien pneumotraks mulai Januari 2009 sampai April 2010 8 orang. Manual Updating.
Price, A. Silvia. 2005. Patofisiologi. Edisi VI. EGC. Jakarta
Priharjo Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smelizer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 1. EGC. Jakarta.
Tambayang, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Ilmu Keperawatan, EGC. Jakarta
Dongoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
ISO Indonesia. 2004. Volume 39. Ikatan Sarjana Farmasi. Indonesia
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta
Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige dengan Jumlah pasien pneumotraks mulai Januari 2009 sampai April 2010 8 orang. Manual Updating.
Price, A. Silvia. 2005. Patofisiologi. Edisi VI. EGC. Jakarta
Priharjo Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smelizer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 1. EGC. Jakarta.
Tambayang, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Ilmu Keperawatan, EGC. Jakarta
_Nursing diagnosis:
definition and classification. Edisi 10. EGC
_
0 komentar:
Posting Komentar