DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1.
KONSEP MEDIS
1.1
PENGERTIAN …………………………………………………………………………………
1.2
ETIOLOGI ………………………………………………………………………………………
1.3
PATOFISIOLOGI ……………………………………………………………………………..
1.4
PATHWAY
……………………………………………………………………………………………
1.5
TANDA DAN GEJALA………………………………………………………………………
1.6
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK…………………………………………………………..
1.7
KOMPLIKASI…………………………………………………………………………………..
1.8
PENATALAKSANAAN………………………………………………………………………
BAB 2. KONSEP KEPERAWATAN
2.1
PENGKAJIAN……………………………………………………………………………………
2.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………………………….......
2.3
KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI…………………………………………………..
BAB 1. KONSEP MEDIS
1.1 Pengertian
Leukemia adalah keganasan hematologi akibat
proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai
tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari
kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam susu tulang, kemudian leukemia
beredar secara sistemik (Bakta, 2006).
Leukemia adalah poliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertaai bentuk leukosit yang lain dari pada normal,
jumlahnya yang berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan
diakhiri dengan kematian (soeparman dan sarwo w, 2001).
Leukimia adalah neoplasma akut dan kronis
dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (reeves, 2001).
Sifat khas dari leukimiaadalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal juga
terjadi proliferasi di hati, limpa, nodus limfatikus, dan invansi organ non
hematologis, seperti meningen, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1.2 Etiologi
Etiologi Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum
diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia, yaitu :
1.
Neoplasma
Ada
persamaan antara leukemia dengan penyakit neoplastik lain, misalnya poliferasi
sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi organ.
Lebih dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat berubah bentuk yang akhirnya
menjadi leukemia akut.
2.
Radiasi.
Hal
ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus
leukemia bahwa para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia.
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia, Leukemia
ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
3.
Leukemogenik.
Beberapa
zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi
leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia industri
seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.
4.
Herediter.
Penderita
Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20x lebih besar dari orang
normal.
5.
Virus.
Beberapa
jenis virus menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen dan dapat menyebabkan
leukemia, seperti HTLV-1(T-Cell leukemia lymphoma virus).
6.
Obat-Obatan
Misalnya
obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
Walaupun
penyebab dasar leukemia tidak di ketahui. pengaruh genetic maupun faktor –
faktor lingkungan tetap ada, tetapi kelihatannya terdapat insidens leukemia
lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang pada kembar
monozigot (identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti: down syndrom,
kelihatannya mempunyai insidens leukemia akut dua puluh kali lipat (soeparman dan waspanji, 2001).
1.3 Patofisiologi
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang
sangat cepat. normalnya produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem
diatur sesuai kebutuhan tubuh. apabila mekanisme yang mengatur produksi sel
tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ketingkat sel yang
membahayakan (proliferasi neoplastik). Ploriferasi noeplastik dapat terjadi
karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun
herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya
dalam sumsum tulang sedangkan limfosit dan sel plasma di hasilkan dalam
berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tongsil). Beberapa sel
darah putih yang dibentuk dalam tulang, khuusnya granulosit, disimpan dalam
sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan
sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan teradi
poliferasi sel – sel darah putih yang berlebihan dan imatur.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat
diterangkan sebagai berikut. bila virus dinggap sebagai penyebabnya (virus
onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan
mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme poliferasi. Seandainya
struktur antignnya sesuai dengan struktur anti gen manusia tersebut, maka virus
mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen
virus, maka virus tersebut akan ditolaknnya. struktur antigen ini terbentuk
dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak di permukaan kulit tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus
A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukimia
sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.
Akibat koliferasi mieloid yang neuplastik, maka produksi
elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetinsi nutrisi untuk proses
metabolime (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel lukimia juga
menginpasi tulang sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung
mudah patah tulang. Poliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala
tambahan : nyeri akibat pembesaran limfa atau hati, masalah kelenjar limfa;
sakit kepala atau muntah akibat leukimia meningeal.

1.4
PATHWAY

Pathway Leukemia Dari Manisfestasi Klinis
![]() |
|
![]() |
Pathway Dari Patofisiologis


1.5 Tanda dan Gejala
Seperti semua sel-sel darah, sel-sel
leukemia berjalan ke seluruh tubuh. Tergantung pada jumlah sel-sel abnormal dan
dimana sel-sel ini berkumpul, pasie-pasien dengan leukemia mungkin mempunyai
sejumlah gejala-gejala.
gejala-gejal umum dari :
1.
Demam-demam
atau keringat-keringat waktu malam.
2.
Infeksi yang seringkali.
3.
Perasaan lemah
atau lelah.
4.
Sakit kepala.
5.
Pendarahan dan
mudah memar (gusi-gusi yang berdarah, tanda-tanda keungu-unguan pada kulit,
atau titik-titik merah yang kecil dibawah kulit)
6.
Nyeri pada
tulang-tulang atau persendian-persendian.
7.
Pembengkakan
atau ketidakenakan pada perut (dari suatu pembesaran limfa).
8.
Pembemkakan nodus-nodus
getah benin, terutama pada leher atau ketiak.
9.
Kehilangan berat
badan
Gejala-gejala
semacam ini bukanlah tanda-tanda yang pasti dari leukemia. suatu infeksi atau
persoalan lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala ini. Pada tingkat-tingkat
pada tingkat-tingkat awal dari leukimia awal kronis, sel-sel leukemia berfungsi
hampir secara normal. Gejala - gejala mungkin tidak nampak untuk suatu waktu
yang lama. dokter-dokter seringkali menemukan leukemia kronis sewaktu suatu
chek-up–sebelum ada gejala-gejala apa saja.Ketika gejala-gejala nampak,umumnya
ringan pada permulaan dan memburuk secara berangsur-angsur.
Leukimia
kronis berjalan secara pelan dengan perasaan kelelahan yang bertahap. Limpa
(suatu organ yang berada di dalam perut sebelah kiri atas yang merupakan bagian
dari sistem kekebalan). Tumbuh sampai menjadi besar, yang menyebabkan beban dan
luka di sisi kiri atas bagian perut. gejala-gejala lain meliputi :
1.
Kehilangan berat
badan secara bertahap
2.
Nyeri pada
tulang
3.
Pendarahan hidung
4.
Ereksi yang
lama dan tak diinginkan (priapism) pada pria
5.
Demam ,
mengucur keringat dan
6.
Demam,
keringat deras dan keringat pada alam hari
7.
Kelenjar getah
bening yang membengkak terutama pada leher, kunci paha dan ketiak.
8.
Mudah memar
9.
Kekurangan energi
10.
Nafas tertahan
Pada
leukemia akut, gejala-gejala nampak dan memburuk secara cepat. Orang-orang
dengan penyakit ini pergi berobat karena mereka merasa sakit. Gejala-gejala
lain dari leukemia akut adalah muntah,bingung,kehilangan kontrol otot, dan
serangan-serangan (epilepsi). Sel-sel leukemia juga dapat berkumpul pada
buah-buah petir (testikel) dan menyebabkan pembengkakan. Kadang kala luka-luka
pada mata atau kulit. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran pecernaan,
ginjal, paru atau bagaian lain dari tubuh.
Leukemia
akut berajan secara tiba-tiba dan bisa menyebabkan seseorang merasakan sakit
yang sangat hanya dalam beberapa hari atau minggu. Gejalanya antara lain :
1.
Kulit pucat
(karena anemia).
2.
Infeksi yang
berulang-ulang, seperti sakit tenggorokan.
3.
Pendarahan abnormal
yang kluar dari gusi dan kulit.
4.
Periode yang
berat pada wanita.
5.
Kehilangan nafsu
makan dan berat badan.
6.
Gejala seperti
flu, antara lain kecapekan dan tidak enak badan.
7.
Luka di
tulang sendi (kadang-kadang bisa disalah artikan sebagai luka yang tumbuh, pada
anak-anak).
8.
Pendarahan hidung.
9.
Lebih mudah
mendapat memar biasahnya tanpa sebab yang jelas. disamping lebih mudah terkena
memar, bintik-bintik merah kecil yang disebut petechiae bisa jadi mucul pada
lengan atau pada mulut.

1.6
Pemeriksaan
Diagnostik
2.
Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi
sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang, yaitu berupa pansitopenia,
limfositosis yang kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas pada darah tepi merupakan gejala untuk
leukemia.
3.
Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan
gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel lomfopoetik patologis
sdangkan pada sistem lain terdesak (aplasia sekunder) pada MLA selain gambaran
yang monoton, terlihat pula gambaran hiatus luekumikus yaitu keadaan yang
memperlihatkan banyak sel blash (mioloblas), beberapa sel tu (segmen) dan
sangat kurang bentuk pematangan sel yang berada diantara (promielosit,
mielosit, metamielosit dan batang)
hiperselular, hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia(blash), tanpa monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemic
gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel mudah (blast) ke sel yang matang
tanpa sel antara ). sistem hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitungn 500 sel pada
apusan sumsum tulang )

4.
Biopsy limpa
Pemeriksaaan ini akan memperlihatkan
proliferasi sel leukemia dan sel yang basal dari jaringan limfa akan terdesak
seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulpcell.
5.
Kimia darah
Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat
meningkat , hipogamaglobulinemia.
6.
Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel
patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia menigeal. kelainan
ini dapat terjadi setiap saat dari perjalanan penyakit pada keadaan remisi
maupun keadaan kambuh. Untuk mencegah melakukan fungsi lumbal dan pemberian
metrotreksat (MTX) intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atu
mereka yang menunjukan gejala tekanan intracranial yang meninggi.
7.
Sitogenetik
70-90 % dari kasus LMK menunjuka kelainan
kromosom, yaitu pada kromosom 21 (kromosom Phiadelphia atau Ph 1) 50-70% dari
penelitian LLA dan LMA mempunyai
kelainan berupa :
a
Kelainan jumlah
kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b
Kariotip yang
pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang ploid
c
Bertambah atau
hilangnya bagaian kromosom (partial depletion)
8.
Pemeriksaan immunolophenotyping.
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk
menentukan klasifikasi imunologi leukemia akut. pemeriksaan ini dikerjakan
surface marker guna membedakan jenis leukemia.
1.7 Komplikasi
Adapun
komlikasi leukemia secara umum yaitu berupa :
1.
Pembesaran hati
(hematomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali) yaitu kompensasi dari beban
organ yang semakin berat kerjanya akibat pemindahan proses pembentukan sel
darah dari intameular (sumsum tulang ) ke ekstramedular (hati dan limpa)
2.
Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpontensi
melumpuhkan tulang akibat akibat dari komplikasi kombinasi kemoterapi berupa
dosis tinggi steroid. insiden dan resio faktor utama untuk gejala osteonekrosis
telah diperiksa pada kelompok perlakuan anak
dengan dosis tinggi steroid, prednisone dan dexamitason untuk anak
leukemia limfoblas akut.
3.
Thrombosis
meningkatpada pasien dengan leukemia limfoblas akut dan kejajian ini mungkin
komplikasi dari bagaian penatalaksanaan dengan tubrukan prognostic negative. Frekuensi
terjadinya komplikasi ini menurut laporan berkisar diatara 1,1% sampai 36,7%,
kesungguhan ini memiliki variasi besar berhubungan beberapa faktor, seperti
perbedaan definisi dari thrombosis (gejala dan nongejala), metode daignosis
untuk mendeteksi terjadinya komplikasi , study design, dan perbedaan pada
protocol pengobatan.
Ada 3 jenis komplikasi yang biasanya
ditemukan pada penderita leukemia.
a.
Komplikasi oral
1)
Masalah oral
yang paling umum adalah peradangan pada membrane mucus pada mulut, infeksi dan
penekanan terhadap pembentukan leukosit, masalah dengan sensasi rasa; nyeri,
mulut kering; dan lemahnya system imun.
2)
Mucositis merupakan
peradangan garis oral pada mulut (mukosanya) berlanjut dengan
kemerahan,kehilangan epitel barier dan ulserasi.
3)
Pada beberapa
pasien, mucisitis merupakan bagian terburuk dari pengobatan kangker. mucositis
oral mungkin muncul selama 4 sampai 7 hati etelah permulaan kemoterapi.
mucositis oral terutama mempengaruhi mukosa orang yang soft (non-keratin)
termasuk palatum molle, orofaring, buccal dan mukosa libia, dasar mulut dan
sisi bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah. Resolusi lengkap pada
mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah kemunculannya.
4)
Penurunan dramatis
jumlah neutrofil yang melawan infeksi. sebagai hasilnya, terjadi oral infeksi.
5)
Infeksi jamur
(candida) pada mukosa sering terjadi dan dapat menyebabkan sensasi terbakar,
distorsi rasa, dan masalah pengunyahan.
6)
Infeksi virus,
terutama reaktivasi herpes simplex virus type 1 (HSv-1), sangat serius karena
dapat menyebabkan nyeri dan masalah cairan dan nutrisi.
7)
Pendarahan spontan
pada oral yang disebabkan oleh sitotosik, induksi obat, penurunan jumlah
platenet (thrombocytopenia). penurunan dramatis pada platelet mengawali
pendarahan spontan oral ketika jumlah platelet di bawah 20,000 per mm kubik.
8)
Sel yang
berbentuk dentin (odontoblasts) dan sel yang berbentuk enamel (ameloblast)
dapat di rusuk oleh agen kemotrapi jika sel-sel ini terletak pada fase yang
peka dalam siklus selnya (fase M atau S). Hasil akhirnya mungkin menyebabkan gigi
lebih pendek, tipis, akar meruncing, atau hipominiralisasi atau anamel
hipomatur.
b.
Komplikasi Leukemia
Granulositik Kronik
Leukemia granulositik kronik (LGK) dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1)
Kelelahan (fatigue)
jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka anemia dapat
terjadi.kelelahan merupakan akibat dari keadaan anemia tersebut. proses terapi
LGK juga dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
2)
Pendarahan (bleeding).
Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada keadaan LGK dapat
mengganggu proses hemostatis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami
epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematon.
3)
Rasa sakit
(pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini
disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang
berkembang pesat.
4)
Pembesaran limfa
(splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK
sebagaian berakumulasi di limpa. hal ini menyebabkan limpa bertambah besar,
bahkan beresiko untuk pecah.
5)
Stroke atau
clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus LGK
memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar tromboit
yang berlebihan dalam darah.
6)
Infeksi. Leukosit yang di produksi saat
keadaan LGK adalah abnormal, tidakk menjalankan funsi imun yang seharusnya .
Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infesi. Selain itu
pengobatanLGK dapat menurunka kada leukosit hingga terlalu rendah, sehingga
sistem imun tidk efektif.
7)
Kematian
c.
Leukemia
NonLimfositik Akut
Ada tiga komlikasi ANLL yang dapat disebutkan
:
1)
Koagulasi
Intravaskular diseminata (DIC): dapat terjadi pada semua subtype ANLL tetapi terutama
sering pada subtype M3 dan M5.
2)
leukostatis
(pengumpulan leukosit intravaskuler) jarag terjadi jika jumlah leukosit lebih
dari 200.000/mm3. Organ yang sering terserang adalah otak dan
paru-paru.
3)
Sindrom
lisis tumor.
1.8
Penatalaksaan
1.
Pengobatan
a.
Transfursi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari
6%. pada trombositopeniea yang berat dan pendarahan masif, dapat diberikan
transfursi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b.
Kortikosteroid(
prednison, kortison,deksametason dan sebagainya). setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c.
Sitostika,
selain sistotatika yan lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula pada yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. umumnya
sistostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat samping berupa alopesia (botak), stomatitis,
leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. bila jumlah leukosit kurang dari
2000/mm pemberiannya harus hati hati.
d.
Infeksi sekunder
dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci hama).
e.
Imunoterapi,
merupakan cara pengobatan yang terbaru. setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemmia cukup rendah (150 – 160), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara
pengobatan terbaru masih dalam pengembangan).
f.
Kemoterapi tampaknya
merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. bahan kimia yang
dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh pembedahan atau
penyinaran tidak dapat dicapai. mencari bahan kimia yang dapat diberikan secara
intravena dan yang akan dipusatkan dalam, serta menghancurkan, sel-sel kanker
merupakan salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh pusat-pusat penelitian
kanker.
2. Terapi Spesifik
a) Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberia
golongan obat-obatan tertentu dengan tujuan menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker dan bahkan ada yang dapat membunuh sel kanker.
Tahap pengobatan
kemoterapi terdirii atas:
1. Fase Induksi Remisi
Berupa kemoterapi
intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan dimana gejala klinis
menghilang, disertai blast dalm sumsum tulang kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan
morfologiktidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah
tepian.
2. Fase Prostremisi
Suatu fase pengobatan untuk
mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menunjukkan
kesembuhan. hal ini dicapai dengan:
a. Kemoterapi
lanjutan, terdiri dari atas:
1) terapi konsolidasi
2) terapi
pemeliharaan(mainstream)
3) late
intensufucation
b. Transplatasi sumsum
tulang : merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada
sebagian penderita, terutama pada penderita yang berusia dibawah 40 tahun.
3. Terapi Suportif
Kemoterapi intensif harus
ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak maka penderita
akan meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenik. Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit
leukemia itu sendiri dan juga mengatasi efek amping obat.
BAB 2. KONSEP KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada penderita
Leukemia secaraTeoritis
Proses
keperawatan merupakan langkah-langkah asuhan yang diberikan kepada pasien
dengan lima langkah/tahapan. Perpaduan berbagai sumber (Carpenitto LJ, 1999;
Wilkinson J, 2006; Doengoes, 1999; Lyke ME, 1992; Gale & Jane,2000).
2.1
Pengkajian
1.
Anamnesa
a.
Keluhan utama
Menanyakan
riwayat kesehatan klien leukemia dengan menanyakan adanya keluhan –keluhan utama
yang dirasakan antara lain :mudah capek, lesu, berat badan menurun.
b.
Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian
riwayat penyakit sekarang (RPS) system pernafasan seperti menanyakan perjalanan
sejak timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan. misalnya : sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan itu, apa yang sedang
dilakukan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasilkah atau tidakkah usaha tersebut, dan sebagainya.
c.
Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian
riwayat penyakit dulu (RPD) yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah
sebelumnya klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah klien
pernah mengalami sakit yang pernah dan sebagainya.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasah diminum oleh klien pada
masa yang lalu dan catatan danya efek samping
yang terjadi dimasa lalu, alergi obat dan reaksi alergi yang timbul.
Sering kali klien manafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
d.
Riwayat keluarga
Umur, status
anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga .
e.
Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian
psikologi klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien.
Resiko
pendapatan ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan penderita dalam
memenuhi tingkat kesehatannya. Status pendidikan yang rendah mempengaruhi
persepsi penderita dalam menanggulangi keadaan sakit system hematologi yang
biasahnya tergolong penyakit kronis dan perlu mendapat perhatian serta
memerlukan pengobatan dengan waktu jangka panjang.
2.2
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan menurut The North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis
tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang actual dan potensial”. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
diamana perawat bertanggung jawab (Wong et al, 2004).
Menurut
Wong et al (2004), diagnose pada anak dengan leukemia adalah :
1.
Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh
sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur,
imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan :
mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
3.
Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe,
sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan
antileukemik
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju
metabolik
5.
Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
6.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah
sekunder adanya destruksi SDM
2.3 Kriteria Hasil Dan Intervensi
Rencana keperawatan merupakan serangkaian
tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diterapkan dari pasien dana tau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan diagnose yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut (Wong, 2004) :
1.
Resiko
tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder
gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi,
peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi (Kontrol Infeksi 6540)
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negatif
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
1)
Tempatkan pada ruangan yang khusus.
2)
Batasi pengunjung sesuai indikasi.
3)
Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan
4)
Awasi suhu, perhatikan
hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
5)
Observasi demam
6)
Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
7)
Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi
terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum
kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
8)
gosok kulit
pasien dengan agen antibakteri yang sesuai
9)
gunakan
sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai.
10) Inspeksi membran mukosa
mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
11) ganti IV perifer dan tempat saluran
penghubung.
12) Dorong peningkatan
masukan makanan tinggi protein dan cairan.
13) pastikan penanganan aseptik dari semua
saluran IV
2.
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan :
muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan
kebutuhan cairan : demam,hipermetaboli.
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Volume cairan adekuat
b. Mukosa lembab
c. Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d. Nadi teraba
e. Haluaran urin 30 ml/jam
f. Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
1)
tentukan
jumlah dan jenis intake/ asupan cairan serta kebiasaan eliminasi
2)
monitor
berat badan berat badan tiap hari
3)
monitor TD dan frekuensi
jantung
4)
monitor turgor kulit, pengisian
kapiler dan kondisi membran mukosa.
5)
Beri masukan cairan 3-4 L/hari
6)
Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan
perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut
dari sisi tusukan invasif.
7)
Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
8)
Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
9)
Berikan diet halus.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti
pembesaran organ / nodus limfe , sumsum tulang yang dikemas dengan sel
leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c. Tampak rileks dan mampu istirahat
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c. Tampak rileks dan mampu istirahat
intervensi :
1)
Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan
skala 0-10)
2)
perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
3)
Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
4)
dukung
istirahat yang adekuatuntuk membantu penurunan nyeri
5)
Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
6)
Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan
psikologis)
7)
ajarkan
prinsip-prinsip manajemen nyeri
8)
Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
9)
Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas
dalam, sentuhan.
10)
pastikan
perawatan analgesik bagi pasien dilakukn dengan pemantauan ketat
4.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
peningkatan laju metabolik
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a.
Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b.
Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
Intervensi:
1) kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan
kelelahan sesuai dengan konteks usia
2) monitor sumber kegiatan olahraga dan
kelelahan emosional
3) monitor intake / asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat
4) evaluasi secara bertahap kenaikan level
aktivitas pasien
5.
Resiko terjadi
perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a. TD 90/60mmHg
b. Nadi 100 x/mnt
c. Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d. Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
e. Hb 14-18 gr%
Intervensi :
1)
monitor
komponen koagulasi darah (PT,PTT,fibrinogen,degrasi, trombosit) hitung dengan tepat
2)
lindungi
pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
3)
hindari
pemberian injeksi
4)
catat nilai
hemoglobin
5)
Gunakan jarum ukuran kecil
6)
Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres
dingin dan tekan perlahan.
7)
gunakan sikat
gigi yang berbulu lembut untuk perawatan rongga mulut
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
terhentinya aliran darah sekunder adanya destruksi SDM
Tujuan:perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a
Masukan dan haluaran seimbang
b
Haluaran urin 30 ml/jam
c
Kapileri refill < 2 detik
d
Tanda vital stabil
e
Nadi perifer kuat terpalpasi
f
Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
1)
monitor
tanda-tanda vital
2)
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
3)
berikan
cairan, dengan tepat
4)
kaji lokasi
dan luas edema , jika ada
DAFTAR PUSTAKA
Bakta. I Made (2006). Hemtologi
Klinik ringkas . Jakarta: EGC_(2003) . Hematologi Kedokteran .
Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta: EGC
Carpnito, L. J. (1999). rencana
asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,Diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif. edisi 2 Jakarta: EGC
Doenges, Marlynn E. (1999) Rencana
Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Pasien. ed.
3.jakarta:EGC
Gale, Daniele dan Jane Charette.(2000).
Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Lyke, Merchant Evelyn, (1992), Assesing
For Nursing Diagnosis; Ahuman Need Approach, J.B.Lippincott Company,
London.
Prince Sylvia A & Wilson
Lorraine M C.(1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
_(2006). Patofisiologi Kedokteran
Edisi 4. Jakarta: EGC
Reeves, charlene J et al (2001). Medical-Surgical
Nursing. Ed. I. Jakarta: Salemba Medika
Soeparman et al. (2000). Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 2
Wong’s. Hockenberry, J Marilyn. Wilson,
David. (2004). Essentials Of Pediatric Nursing. Eight Edition
Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku
Diagnosis Keperawatan, Edisi 7. Jakarta: EGC
Cullen, l. M. (1992) Intervensi yang
Berkaitan Dengan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.
Turner, J & Lovvorn, M.
(1992)Communicable Diseases And Kontrol Infeksi Practice In Community Health
Nursing.
Nail, l. M. (2002) Core Curricullum For
Oncology Nursing (4th ed). philadelpia: sauders.
Victory, k. (2001). Propely assesing pain in
thee elderly. RN,64(5), 45-49
Jennings, b.(1991). The hematologic system.
In j. Alspach (ed), AACN’s Core Curriculum For Critical Cre Nursing(4th ed.,
pp. 675-747). Philadelphia: Sauders
0 komentar:
Posting Komentar